Kamis, 30 April 2009

Jejak Petualang Penginjil Tukang



Jejak Petualangan Penginjil Tukang
Oleh :Pdt.A.Makasar,M.Th/Vik.H.Ginzel,M.Th (editor)

Berbarengan dengan ekspansi VOC ke Negri rempah-rempah, di Eropa Badan Zendeling yang menangani urusan pekabaran Injil membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda untuk menjadi misionaris itu berlangsung selang tahun l848. Memanfaatkan kesempatan yang ada maka Erens T. Steller seorang Jerman ingin memberi diri menjadi tenaga misionaris dibawa Badan Zendeling tukang. Zendeling Tukang adalah sebuah Badan yang didirikan oleh Lembaga Misioner Gereformmed untuk mengantisipasi kekosongan tenaga misionaris dibeberapa tempat yang sulit. Para tenaga misionaris ini datang dari latar belakang status sosial yang rendah sehingga mereka mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dimana mereka ditugaskan. Dengan demikian melalui ketrampilan yang dimiliki oleh Steller maka diapun diutus ke Pulau Sangir setelah ditahbiskan pada l7 Desember l854 di Jerman. Dalam kurun waktu 3 bulan setelah mereka tiba dari Jerman kemudian diberangkatkan dengan kapal “Stad Scheveningen” dari Rotterdam menuju Hindia. Kemudian Steller bersama kawan-kawannya menempuh pelayaran selang 95 hari menuju Batavia dan tepat pada tanggal 3 Juli 1855 kapal yang mengangkut mereka tiba di Batavia. Pada bulan Oktober 1856 Gubernemen memberikan izin kepada mereka untuk menjadi tenaga zendeling di pulau-pulau Sangihe dimana pada tanggal 5 Nopember 1856 mereka menerima dari pengurus Gereja Protestan di Batavia qualificatie-acte (surat hak sebagai pendeta), kemudian barulah pada tanggal 24 Oktober 1856 mereka dapat meneruskan perjalanan ke Manado. Tepatnya pada malam Tahun baru mereka tiba di pelabuhan Kema, dan langsung menginjakkan kaki perdana di daratan Minahasa. Selama kurang lebih setengah tahun mereka menetap di Minahasa dan membantu melakukan pekerjaan pelayanan, selanjutnya melakukan pelayaran ke pulau-pulau di Sangihe Talaud dengan menumpang kapal raja-raja hendak pulang setelah mengantar upeti kepada Gubernemen (gubernur). F.Keling dan A. Grohe di utus ke Siau dan Tagulandang. Keling bertugas di Ondong (Siau Barat dan Tagulandang), Grohe bertugas di Ulu Siau. Terbentur dengan masalah-masalah politik dan juga sikap raja-raja yang kurang toleran, maka pada tahun 1867 Grohe pindah ke pulau Sangihe Besar yang bagian selatannya masih termasuk wilayah Siau. Sementara itu E.T. Steller dan C.W.L.M. Schroder di utus ke Sangir Besar pada tanggal 20 Juni 1857 dari pelabuhan Manado bersama-sama dengan raja Manganitu menuju lapangan kerja mereka di Manganitu. Kedatangan mereka rupanya sudah diketahui oleh penduduk, sehingga pada tanggal 25 Juni ketika mereka tiba penduduk/masyarakat menyambut mereka dengan begitu hangat melalui nyanyian anak-anak sekolah. Steler tinggal di Manganitu yang merupakan wilayah pelayanannya sendangkan Schroder ditugaskan di wilayah Tabukan.
Kehadiran Steller telah membuat perubahan dan perkembangan terjadi di wilayah Manganitu dan sekitarnya dimana, ia membuka sekolah di Gunung Manganitu “pemuridan’. Pada sekolah ini mereka dididik dengan berbagai disiplin ilmu “pertanian, pertukangan dan pengetahuan “pendalaman alkitab” untuk menjadi penolong Injil guna membantu tugas pelayanannya. Berkat semangat dan kerja Steller maka telah terjadi transformasi yang luar biasa, sehingga jemaat-jemaat yang diasuh sudah boleh membaca, menyanyi bahkan ada yang tampil trampil menjadi tukang, menjadi ahli-ahli pertanian dan menjadi guru-guru penolong injil dan ilmu pengetahuan lainnya.
Melalui penginjil tukang maka menjadi sebuah wacana umum yang telah terheriditas dalam konsep masyarakat pada umum bahwa orang-orang Sangir terkenal sebagai tukang yang trampil dan professional, baik membangun rumah maupun membangun kapal. Sekali mendayung dua tiga pulau pun terlampau, begitu juga kisah sejarah E.T. Steller dalam kesibukan pelayanan ia pun menyempatkan diri untuk kawin dengan seorang perempuan yang dikirim oleh Badan Zendeling bernama Auguste Paulina Schrode (11 Mei 1859). Dari hasil perkawinannya dengan Auguste maka ia dikaruniakan 5 orang anak dan sesuai dengan permintaan pemerintah Hindia Belanda maka, anak-anaknya di sekolahkan di Belanda. Selama 40 tahun melayani sebagai penginjil tukang, maka Steller pun harus tutup usia pada 3 Januari 1897 di Manganitu, sedangkan Istrilnya 25 Mei 1889 dan keduanya dimakamkan di Kompleks rumah Pastori Gereja Manganitu sekarang Jemaat Petra Manganitu.

Minggu, 26 April 2009

Kue Tamo Melegitimasi Pernikahan Kudus (sakralisme)




Sabtu, 26 April 2009
Wedding Day of Deisy dan Ankly

Pemotongan kue tamo menjadi kekuatan untuk melegitimasi perkawinan dari Deisy dan Ankly. Pada acara jamuan kasih di rumah salah satu pengantin, Tua Adat Sangihe (Pdt.A.Makasar, M.Th) melakukan atraksi pemotongan kue tamo di awali dengan kata-kata adat/petuah/hikmat/wejangan untuk diingat-ingat/dikenang dan dimaknai dalam menjalani bahtera kehidupan RT yang baru. Tamo adalah kue khas orang Sangihe berbentuk kerucut yang sejenis dengan dodol. Kue tamo sebagai symbol sebuah pohon yang secara kontekstualisasi menunjuk pada Kristus sebagai pohon kehidupan tempat bernaung orang percaya dari teriknya matahari dan tempat perteduhan dari hujan. Inti dari petuah yang diwejangkan ini disampaikan dalam bahasa adat seperti “Tamo ini kai tialang kasasembaukang, niwaheta su kaliomaneng nasuku nipenemba Duata iyo Duata, ghenggona iyo Ghenggona Duata manireda ghenggona manengkoda kebi monarang pebawiahu ellangE nikauhe su pekakawing susi su orase ini. Tamo ini lai kai undangu ghongga sarung ta makapetalei si redua, batuu apa seng niwetang Duata ta ikapetang taumata. Kalu ini kai menenebali Kristus belasu kalung salamate, daligu kalung pebawiahe niposong su wongkong Golguta netumbale kapia su wedau kubuli Arimatea, kalu pesirungang su tempon pedisang dingangu pekelungang su tempong tahitiang kebi buntuangu komolangu jamate magimang Sisie.
Acara pemberkatan nikah di gedung Gereja GMIST Betlehem Tahuna yang dipimpin oleh Pdt.M.Sabari-Damasar,S.Th. Penggembalaan dilakukan oleh Ketua Jemaat (Pdt.D.J.Walandungo,S.Th.,M.Si). Acara jamuan kasih di rumah pengantin Di Kampung Mahena berlangsung dengan begitu meriah karena ada Om Polake Sikape,(Master of Seremonial) yang sangat vocal dengan leluconnya membuat para undangan kenyang dengan canda tawa...selamat!! (Para pembaca yang budiman...kalau anda merindukan hari perkawinan anda dimaknai dengan pemotongan kue tamu baik di dalam kota Tahuna di luar kota dapat menghubungi kami lewat alamat redaksi buleting GMIST...Silahkan kontak pada line tlp pada alamat...kami menunggu anda-anda yang berdarah Sangihe, Sitaro dan Talaud....).

Lokakarya Penerjemahan Alkitab Bahasa Tagulandang


Lokakarya Penerjemah Bahasa Daerah Tagulandang
Tanggal 2-6 Februari 2009
Di jemaat GMIST Sion Bawoleu

Lokakarya ini digagas dan difasilitasi oleh PGI-LAI dengan instruktrur penerjemah adalah DR. Wenas Kalangit. Dalam kegiatan ini para peserta di berikan materi tentang research approach/serta teknis penerjemahan. Adapun para peserta yang direkrut menjadi team penerjemah adalah orang-orang yang dianggap cakap dan mampu sebagai informan dan juga merupakan masyarakat adat yang benar-benar mengerti dan memahami tentang bahasa daerah Tagulandang ‘grammar and vocabulary (tata bahasa dan kosa kata). Dari struktruk BPH Sinode dipercayakan untuk menjadi team dan pengarah adalah Ketua I (Pdt. A. Makasar, M.Th) Untuk bidang BPIP (Pdt. D.J. Walandungo, S.Th.,M.Si) Struktur Resort Tagulandang (Pdt.D.C.Talangaming (Ketua Resort, Pdt.J.Break, S.Th Sekretaris Resort) selaku tim teknis lapangan dan Tuan Rumah dan ada juga beberapa tenaga Pendeta yang direktrut untuk penyelesaian program terjemahan Alkitab dalam bahasa Tagulandang.
Boleh dikatakan pertemuan ini merupakan pertemuan yang eksotis, dikarenakan kesempatan emas untuk mengunjungi pulau Tagulandang yang terkenal dengan Salak Tagulandang tidak dibuang percuma. Peserta pun melakukan perjalanan rekreasi ke perkebunan Salak dan juga melancong di pantai-pantai wisata dengan panorama yang unik dan menarik. Harapan dari BPH Sinode, Resort dan Jemaat-Jemaat di Tagulandang untuk secepatnya Alkitab bahasa daerah Tagulandang boleh dimiliki telah terjawab sudah dengan kedatangan Team sosialisasi dari PGI dan LAI. Good Luck!!


Sambutan Ketua Umum
BPL Sinode GMIST
atas pernebitan buku nyanyian 'Gion Daralo"

Nyanyian merupakan ungkapan hati dan perasaan orang yang tertuang dalam kata-syair dan nada yang harmonis yang dapat membawa seorang atau sekelompok orang menikmati suasana dan sentuhan hikmat di hadapan Tuhan. Melalui nyanyian kita dapat bersaksi serta mengakui kebesaran kuasa Tuhan atas jagad raya ini dan terus memuliakan nama-Nya.
Melalui nyanyian juga kita membangun persekutuan dengan Tuhan, dan sesama kita dan dengan alam lingkungan dimana kita hidup.Kiat-kiat baik dari orang-orang yang selalu peduli dan terdorong untuk menghimpun nyanyian-nyanyian gerejawi yang telah di gubah oleh pendahulu-pendahulu kita merupakan sesuatu yang bernilai dan perlu dilestarikan. Karena apabila hal itu tidak diperhatikan/dihidup-hidupkan maka secara berangsur-angsur nyanyian-nyanyian tersebut akan hilang di telan zaman. Oleh sebab itu kami menyambut dengan sukacita usaha yang sudah dilakukan oleh BPL Resort Manganitu menginventarisasi jenis-jenis lagu Rohani dalam bahasa daerah Sangihe maupun bahasa Indonesia yang di kemas dalam sebuah buku yang berjudul : “Gion Daralo”.
Kami harap dengan diterbitkannya buku “Gion Daralo” edisi ke II akan melengkapi daftar buku-buku nyanyian gerejawi yang digunakan oleh warga jemaat GMIST pada tiap-tiap ibadah jemaat dan menambah perbendaharaan lagu-lagu gerejawi di kalangan umat yang tekun dan setia beribadah.
Kami menghanturkan terima kasih kepada BPL Resort Manganitu dengan usaha seperti ini dan terima kasih kepada semua pihak yang telah mempersembahkan talenta mereka bagi pelayanan persekutuan Gereja Tuhan dan semoga karya-karya bagi yang dinyatakan dalam kerja sama kita diberkati Tuhan demi hormat dan kemuliaan nama-Nya.


Tahuna, 27 April 2009
BPH Sinode GMIST


Pdt. W.B. Salindeho, S.Th
Ketua Umum

Sidang Resort Siau Barat Jan 09



Sidang Resort Siau Barat di Jemaat GMIST Sion Makalehi
Akhir Januari 2009
Melintasi Laut Hal yang biasa.

Wacana jemaat-jemaat dan tentunya saudara-saudara kita yang berada di kota-kota besar (jemaat Resort INBAR-Jakarta dan sekitarnya) tentang sidang Resort yang dilaksanakan 1 tahun sekali sesuai dengan keputusan Sidang Sinode Lengkap di Ondong Resort Siau Timur 2006, dengan agenda sidang adalah mengevaluasi butir-butir program kemudian dilanjutkan dengan menyusun program pada tahun pelayanan berikutnya tentunya berbeda dalam hal cita rasa pelayanan. Apa yang berbeda ? Kalau di kota-kota besar para pelayan Tuhan sering memakai transportasi darat (motor Honda, mobil dan mungkin ada yang pakai pesawat terbang) tapi yang ini berbeda dan mempunyai warna eksostis yang unik bahkan nuansa kealamian dicampur sedikit resep yang menegangkan alias membuat jantung peserta berdenyut-denyutan. Melintasi laut adalah hal yang biasa dan wajar bagi masyarakat kepulauan, namun apalah sejuta pengalaman menyemberang laut ketika cuaca tidak bersahabat (musim barat/Sangihe :tempong bahe) datang tiba-tiba dengan panorama “kabut, hujan, angin kencang. Inilah suka-duka pelayanan yang harus diterima, kalau meninggalkan berarti dikatakan iman lemah dan menandakan bahwa tidak mempunyai prinsip untuk melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh tapi cuma iseng-iseng.
Akhir Januari bagi masyarakat Sangihe, Sitaro dan biaro adalah masa bertamunya cuaca buruk. Banyak nelayan harus menambatkan katinting, pambot (perahu-motor mencari ikan), namun melalui semangat pelayanan para hamba Tuhan tetap bersikeras hati untuk melaut menuju pulau Makalehi untuk mensuskeskan Sidang Resort Siau Barat. Yesus Kristus adalah Sang Nakhoda Agung yang menuntun pelayaran sehingga segala harapan untuk dapat tiba dan mengikuti sidang terjawab sudah. Sebuah keyakinan iman bahwa laut diciptakan oleh Tuhan Allah untuk menunjukkan kemahakuasaan-Nya. Cuaca buruk boleh ada tapi pelayaran yang dinikmati oleh Pdt.A. Makasar, M.Th guna menghadiri kegiatan Sidang Resort sebagai tamu dari Sinode GMIST tetap dilaksanakan untuk menjawab kerinduan jemaat Sion Makelehi. (her) Inilah foto-foto keindahan pulau Makelehi bersama danau the lake which small is beautiful.

Jumat, 24 April 2009

Pemulihan dalam bingkai Penginjilan


Nast Bacaan :Kisah Para Rasul Psl.1 : ayat 6-8
Pemulihan dalam bingkai Penginjilan
Oleh : Vik.Pdt.Herman Ginzel,M.Th

Tunas-tunas Injil telah tumbuh di tanah Sangihe melalui benih yang ditabur oleh badan pekabaran Injil NZG (Nederland Zendeling Gereformed) khususnya Badan Zendeling tukang yang difasilitasi oleh Pemerintah Belanda untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan pelayanan (memelihara iman) di Sangihe. E.T. Steler adalah seorang duta Injil Yesus Kristus yang diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus ditugaskan untuk melayani di Sangihe. Lewat semangat pelayanan pekabaran Injil yang dimotoris olehnya maka penduduk/masyarakat Sangihe telah menerima Injil melalui tanda Baptisan Kudus, menghafal doa Bapa kami, pengakuan Iman Rasuli dan lagu-lagu rohani (tahlil) dan diikuti pula dengan pendanpingan-pendampingan yang dalam bahasa kaum Klerus dipakai istilah katekisasi. Cukuplah dengan hal-hal di atas yang boleh dikatakan sangat sederhana namun mempunyai makna dan arti yang begitu dalam bagi pekerjaan pelebaran/perluasan Injil sehingga kita sudah boleh mempunyai Sinode sendiri yaitu sinode GMIST. Lebih penting dari hal itu, adalah kita telah mengenal bahkan telah menerima Yesus Kristus sebagai Sang Penyelamat. Ini merupakan sebuah prestasi penginjilan yang patut dihormati, diteladani dan dibanggakan.
Apa yang dilakukan oleh Steler dan murid-murid-nya pada masa lampau harus dilihat dalam refleksi iman melalui karya teologi dr. Lukas pada nats bacaan kita yang menekankan dua aspek penting yaitu internal dan eksternal. Aspek internal adalah murid-murid meminta dari Yesus supaya dapat memulihkan kerajaan Israel (murid-murid Yesus termasuk dalam kelompok gerakan mesianis yang mengharapkan kerajaan Israel dapat dipulihkan dan kembali memiliki zaman keemasan pada masa pemerintahan raja Daud). Pada sisi eksternal Yesus menjanjikan akan memberikan kuasa kepada mereka melalui tanda Roh Kudus dan para murid Yesus akan menjadi saksi sampai ke ujung dunia yang menggambarkan tapal batas tugas missioner untuk menghadirkan Misio Dei. Ujung Dunia menunjukkan wilayah pelayanan yang luas, untuk itu semua orang yang terlibat dalam pekerjaan sebagai saksi harus diberi kuasa melalui tanda turunnya Roh Kudus pada orang tersebut.

Jemaat Tuhan !
Mengapa sampai Yesus tidak langsung memulihkan kerajaan bagi Israel saat itu ? Tetapi justru Yesus menjanjikan kuasa melalui tanda Roh Kudus ? Jawabnya, Yesus bukan seorang tokoh eksklusifisme yang saat ini menjadi ciri identitas gaya hidup kekristenan dan agama-agama lain di abad ini (modern). Yesus adalah tokoh populis-inklusiv : terbuka untuk menghadirkan kerajaan Allah secara terbuka pula kepada semua orang. Kerajaan Allah yang dirindukan Yesus adalah kerajaan yang harus hadir dalam sebuah semangat penginjilan untuk memulihkan semua aspek kehidupan “ekonomi, politik, social dan budaya dan jauh menembusi batas-batas suku, ras dan agama yang terkurung dalam sektarianisme-primodial. Kerajaan Isarel yang dirindukan oleh murid-murid Yesus kini telah bersemi di Tanah Sangihe melalui E.T. Steler, ia diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus, kuasa eksorsis dan kuasa dunamis yang mampu menciptakan transformasi pada bidang keagamaan, bidang pertanian/perkebunan, teknologi pertukangan, teknologi kelautan tradisional yang ramah lingkungan dan transformasi dalam dunia pendidikan untuk memajukan anak Sangihe. Menghayati dan merefleksikan HUT 62 dan HPI 152 GMIST – 2009, maka sebagai orang percaya kita harus mengundang Roh Kudus hadir dalam hati kita masing-masing, agar kita tidak melalukan apa yang kita mau tapi melakukan apa yang Allah mau untuk memulihkan semua keadaan bagi perwujudan kerajaanNya melalui gerakan penginjilan yang terorientasi pada pembebasan umat Tuhan. Amin.

Kamis, 23 April 2009

Belajar dari Kehidupan Para Penginjil



Bahan Khotbah singkat
untuk Pembukaan HUT 62 dan HPI 152 GMIST.
Oleh : Pdt.D.J.Walandungo,S.Th.,M.Si
Bacaan : Pengkhotbah 3:1-15
Nas : Ayat 11

Sejarah penginjilan di tanah Sangihe dan Sitaro memperlihatkan suka duka. Bahkan ada beberapa peristiwa memilukan terjadi dalam tahap awal pelayanan. Ketika perahu penginjil Kelling dan temannya mendarat pertama kali di Paseng, Siau; perahu karam dan muatan mereka tenggelam ke laut. Muatan itu pasti barang-barang berharga mengingat alamat tujuan mereka adalah wilayah yang masih asing bagi mereka. Mengalami peristiwa demikian, mereka tidak patah semangat. Hari ini, kita dapat bersaksi buah pelayanan mereka.
Belajar dari kehidupan para penginjil ini, ternyata sebuah sukses dapat diraih jika kita memiliki keberanian menghadapi kesulitan hidup. Namun, acapkali kita berlaku tidak adil terhadap kehidupan ini. Ini nyata jelas dari sikap kita. Kita bagitu gembira menyambut keberhasilan; sebaliknya, kita cenderung meratapi setiap pergumulan hidup. ini jelas sikap yang tidak adil. Mengapa? Karena yang namanya kehidupan, selalu memperhadapkan kita pada dua sisi, ada susah ada senang, ada kesulitan ada kemudahan, ada masalah ada jalan keluarnya. Keduanya selalu silih berganti menjumpai kehidupan kita.
Simpulan atas fakta ini, nyata benar dari kalimat mutiara beikut ini, "Kehidupan merupakan rangkaian berbagai peristiwa, baik atau buruk." Kita semua sesungguhnya berada dalam rangkaian peristiwa.
Kitab Pengkhotbah yang menjadi bacaan kita saat ini membahasakan kenyataan ini dalam tuturan kata hikmat, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun dibawah langit ada waktunya." Kehidupan ini memperhadapkan kita pada pelbagai kenyataan. Ada pahit, ada manis; ada suka ada duka; ada senang ada susah; begitu seterusnya. Ini realita kehidupan kita yang sesungguhnya. Sekalipun kita telah menyaksikan itu, pikiran kita acapkali menyesatkankita. Kita baegitu menyukai kesenangan dan membenci kesusahan. Padahal, kedua hal ini saling berkaitan. Kita dapat benar-benar menikmati kesenangan jika kita telah melewati kesusahan hidup. Dan kita pun benar-benar merasa susah jika kita baru saja melewati kesenangan. Kesadaran ini mesti ada pada kita agar kita dapat bersikap adil: saat senang tetap dalam kesadaran ada kesusahan; sebaliknya saat susah tetap dalam keyakinan bahwa kesenangan itu akan tiba.
Kehidupan rumah tangga pun sesungguhnya selalu ada dalam pergantian masa. Ada saat kita berada dalam kemalangan, ada saat juga kita sedang berbahagia. Ada saat kita mengalami kesakitan, ada saat juga menikmati kesehatan baik. Jika kita mengalami semuanya itu, satu hal yang harus tetap kita ingat: tidak ada perceraian! Sekali kita menikah, sampai mati kita tetap setia.
Banyak orang pada tahap awal hidup berumahtangga mendambakan kebahagiaan. Bahkan ada yang begitu meyakini bahwa pernikahan merupakan pintu kebahagiaan. Orang yang menganut pandangan ini, gampang kecewa dalam pernikahan. Mengapa ? Karena hidup ini tidak seindah puisi. Kehidupan kita selalu berada dalam bingkai : silih berganti.
Sekalipun demikian, Tuhan merancang yang terbaik bagi kita. Ayat 11 menegaskan, "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya." Kalimat ini merupakan sebuah jaminan dari Tuhan. Kehidupan ini tidak selamanya buruk dan tidak selamanya juga menyenangkan. Tetapi ada waktu Tuhan; waktu di mana Tuhan membuat segalanya menjadi indah. Coba kita renungkan jalan hidup Yesus. Saat Yesus tam;il sebagai pengajar, tidak semua orang menyukainya. Para tokoh agama dan pemimpin masyarakat begitu membencinya. Tidak berhenti sampai di situ, mereka pun membunuhnya. Tetapi akhir dari semuanya itu ? Kita melihat keindahan itu. Yesus bangkit dan mengalahkan maut. Tanpa melewati penderitaan hidup tidak mungkin kita melihat keindahan dari Tuhan.
Sekarang kita telah menyaksikan keindahan buah pekabaran Injil para zendeling tukang beberapa tahun silam. Mereka begitu berani menghadapi pahit getirnya kehidupan. Akibatnya, mereka menuai sukses. Bagaimana dengan kita ? Apakah kita memiliki keberanian untuk menghadapi setiap masalah ? Amin.

Rabu, 22 April 2009

Sunset di Jemaat GMIST Nazareth Lesa Tahuna


Tamasia Bahari..dalam rangka WOC dan CTI Mei 2009 merupakan hajatan penting yang tidak boleh terlewatkan oleh semua pesiar 'touris manca negara dan lokal. GMIST mempunyai begitu banyak situs sejarah yang boleh dipamerkan dalam kegiatan WOC (a.1. Rumah peninggalan E.T.Steler di Resort Manganitu dan di pegunungan Manganitu dengan taman yang begitu indah. Tempat wisata yang tidak boleh dilewati ketika bertandang ke perbatasan Nusa Utara di Tahuna adalah kampung Lesa dengan nuansa alami yang masih original. Sunset "menikmati pemandangan tenggelamnya matahari dari atas tepian garis batas bumi" merupakan perjalanan yang amat menyenangkan ketika anda dapat berkunjung ke pantai Lesa dimana jemaat GMIST Nazareth Lesa didirikan, hanya dengan 8 langkah ayunan kaki menuruni beberapa anak tangga kita dapat menginjakkan kaki di atas pasir pantai yang begitu indah pemandangannya. jangan lewatkan waktu liburan anda untuk mengunjungi pantai yang menawarkan eksotisme.

Gereja GMIST Nazareth Lesa diperluas


Peletakan batu pertama pelebaran gereja GMIST Nazareth Lesa.
Sabtu, 31-03-2009 tepat jam 17.00 wita jemaat GMIST NAZARETH LESA Mengadakan ibadah syukur peletakan batu pertama pelebaran gedung ibadah lama. Hadir dan dipercayakan untuk meletakan batu dasar pembangunan dari BPH Sinode (Pdt.A.Makasar,M.Th) didampingi oleh Pnt.Dice Korneles,SE,S.Th sementara dari pemerintah Bapak Wakil Bupati Pnt.J.E. Gaghana,SE.,MM juga diberikan kepercayaan untuk meletakan batu dasar. Ibadah syukur dipimpin oleh Pdt.E.Diamanis,S.Th. Dalam khotbanya beliau menekankan pentingnya kesadaran spritual dengan menempatkan locus pelayanan pada perhatian untuk membangun Rumah Tuhan. Karena reformasi iman/spritual tanpa merenovasi Rumah Tuhan ini menjadi sebuah catatan krusial bahwa eksistensi kerohanian dan esensial tanggung jawab iman perlu dipetanyakan dalam konsep pelayanan kesaksian yang tidak hanya ekstrovert tapi harus introvert dalam hal membenahi segala hal yang penting agar segala kerinduan jemaat untuk dapat menghayati makna ibadah dalam persekutuan ibadah dapat dimaknai. prinsip tanggung jawab dan partisipatif aktif dengan menunjukkan tanggung jawab dalam konsep dipersekutukan untuk saling memberi dan melengkapi.
Wakil Bupati sebagai Ketua Pelka Pemuda Sinode GMIST hadir dengan para Muspida memberikan bantuan berupa bahan material yang akan dipakai untuk suksesnya program pembangunan Gedung Gereja Lesa.

Kamis, 02 April 2009

Membangun Rumah Tuhan adalah bagian dari Iman


Peletakan Batu Pertama
Gedung Kanisah Jemaat Talitakum Bowongbuase.
GMIST Resort Manganitu
1 April 2009.


Dalam rangkaian kegiatan ibadah syukur yang ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung Kanisah Jemaat Talitakum Bowongbuase, oleh Pdt. W.B.Salindeho, S.Th (Ketua Umum Sinode GMIST) ada sesuatu hal yang menarik perhatian jemaat dan masyarakat karena di sela-sela kegiatan ibadah tersebut perwujudan tanggung jawab panggilan iman dalam keesaan gereja-gereja se asas acara tersebut dimaknai dengan kegiatan penanaman pohon sebagai tindakan reflektif untuk menyelamatkan lingkungan dan mengantisipasi, meminilisasi lajutnya global warming yang mempunyai efek menghancurkan bumi dan semua species. Papa Ade sapaan akrab, menyampaikan sambutan kepada jemaat bahwa di tengah-tengah krisis keuangan global, gereja tidak harus menjadi gereja yang krisis secara iman. Secara profan krisis keuangan memang menjadi hambatan bagi misi pekabaran Injil, namun itu tidak menutup kemungkinan untuk tetap bersinergi dengan semangat serta keteguhan iman membangun gedung ibadah “Kanisah” sebagai tempat perkumpulan orang percaya “igreja” untuk senantiasa dapat bersekutu, bersaksi dan berdiakonia.
Allah Sang sumber kasih akan senantiasa menopang segala cita-cita dan harapan jemaatNya untuk membangun RumahNya bagi kemuliaan namaNya. Krisis keuangan boleh saja menjadi isu yang menakutkan, namun semua itu dapat dihadapi ketika umat mempunyai kekayaan iman sebagai kekuatan utama untuk mengalahkan bahaya krisis keuangan global. Alam tempat manusia tinggal yang diciptakanNya juga begitu kaya sesuai dengan kekayaanNya. Dengan demikian jangan pernah merusakkan alam yang begitu kaya dan baik diciptakan untuk kelangsungan kehidupan manusia. Semoga iman, kasih dan pengharapan senantiasa menjadi tali pengikat yang mau menjadi sumber inspirator dan sumber motivasi bagi kita semua dalam semangat pembangunan gedung Kanisah. Semoga. (her)

Rabu, 01 April 2009

Renungan Jumat Agung 2009


Binohe Susi Su ellong petatahendungang
Kapapohongu Mawu Yesus Su sambaiang mawantuge


YOHANES l9 : 28 – 30 (Pdt.A.Makasar,M.Th)

Jamaatu Mawu dikekemdage ..!
Pitung kamisa metetatuhu su pangangimang nasuku taumatang sahani dimaleng timole likurang Mawu Yesus nemikule bawawaengu kasasigesa, ku lahe e nawuna bue su wongkong Golguta tampa ni penguruleengu papate. Sahelo ini dunia kimendung batuu kalu pinekehuse nipasaeng kai nipake nipengantongang Mawu sarang pulisu papatene. Kai isai tamegilabe tamakapeto mompe u ello mata, Mawu ene e satiane nepaduli dunia ku kawe bawalise niapakahombangu papate tawe aregane. Kalu pinekehuse nipake su kapapohong nipetatude nakoa tialang sasambangu kakiwalong kasasigesau patiku traumata satia tumole si Kristus sarang papatene. Ualing ene sue long petatahendungangu kapapohong Mawu Yesus sahelo ini, mahi e ikite manarima tentirong pangangimang su kalu pinekehuse nakoa bawawaeng maweha sidutu nipasaeng sarang pengengsuengu pebawiahe.

Jamaatu Mawu dikekendage…!
Su ellong sambaiang ene, ku endai iseseba ellong kapapohong pia isire epa namasaeng kalu pinekehuse/kalung kuruise makoa tiala tatuleng kite ku makaena monara kapapohong I Kristus.

Taumata humotong nemasaeng kuruise ute ianu digantong su sembeka kaihi, isie kai traumata napeneu sungkalange mekekoa patiku tawe ikekapulung Mawu su pebawiahe, ku sarang papatene nigantong su kalu kuruise tawe apa pesasesile, tawe petatobate ku lembone lai kai nipesalang Mawu Yesus su kawasane, uade kai tawe nakaliwire sisire bou silaka himombang su kotou kalu pinengantongang. Bou kalu kuruise ene isie tanakahombang karalunsemahe, tanakahombang kasasalamate batuu isie tawe apa pedarame diangangu Mawu. Isie tanakahombang kalaliwire bou rosane.

Taumata karuane nemasaeng kuruise, ianu nigantong su sembeka koanengu Mawu yesus, isie netengong Mawu Yesus ku namea bawangenge batuu isie kai traumata waradosa tawe hinone maene dingangu Mawu Yesus su tampa pengagantongang. Su penanarakangu watangeng isie nakahombang kalampung bou rosane, su tengong Mawu Yesus isie nedorong kamageng Mawu Yesus makoa datung salamate tahendunge wue ia. Kalu kuruise nipasaeng nebawa sisie nakapesombang dingangu Mawu, ku ndai sne isie nakahombang karalunsemahe.

Taumata katelune nemasaeng kuruise, ianu wuhue nikasilo narenta bou soa baline ku iseseba si Simon bou beou Kirene, ku mesulungu nipetatude nipemasaeng kalu pinekehuse ene dingangu nipelo su wembange, isie bega mensang apa timonane ndai ene. Kalu kuruise ndai kerene makoa dalenteengu daralengangu pebawiahu taumata magimang. Isie namasaeng kalu kuruise kai nagambang pesasitori ku ualingu satiane I Simon nakapasaeng kalu ene sarang bongkong Golguta, I sie nakaeba Mawune, nakahombang si Kristus.

Taumata kaepae nemasaeng kuruise, taweu waline ute Mawu Yesus sesame, dingangu satiane tadeau kebi patiku taumata makahombang karaliwire. Isie nipaku su kalu ene nenarakang batangeng takadeakengu patiku taumata makahombang kasasalamate dingangu maliu bou silaka u papate.

Su ello mawantuge ini ikite lumiage su sasombou pangangimang baugu monara maselahe nikoa u Mawu Kaselaheng nangaliung patiku pesasala ku I kite nibawawa sarang pebawiahe napeneu karalunsemahe.
Kariang kamang apang mamasaeng kalu kuruise, ku makaene pelesang Mawu neliu si kite bou kasasigesa. Kalu kuruise kai tiala Mawu mepepaduli sentinia taumata mebebiahe su kasasigesa, mesulungu bungang u aghe niuno su anggore ni inunge. Aming.